Rabu, 20 Mei 2009

NEGOSIASI POLITIK

A. PENDAHULUAN
Pengertian Negosiasi
Kata negosiasi berasal dari kata to negotiate, to be negotiating dalam bahasa Inggris yang berarti merundingkan, membicarakan kemungkinan tentang suatu kondisi dan atau menawar. Kata-kata turunannya anata lain negotiable yang berarti dapat dirundingkan, dapat dibicarakan, dapat ditawar dan kata negotiation yang berarti suatu proses/aktivitas untuk merundingkan, membicarakan sesuatu hal untuk disepakati dengan orang lain.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, negosiasi artinya perundingan. Kemudian politik artinya segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan suatu negara. Jadi negosiasi politik yaitu perundingan dua belah pihak yang menyangkut segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan suatu negara

Macam-macam Negosiasi
Pada dasarnya ada dua macam negosiasi, yaitu:
1) Distributive negotiation- Zero sum negotiation (win-lose)
Yaitu suatu bentuk negosiasi yang di dalam proses pelaksanaannya para pihak yang terlibat bersaing untuk mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan atau manfaat yang ada. Meningkatnya manfaat yang diperoleh salah satu pihak akan mengurangi manfaat yang diperoleh oleh pihak lain. Biasanya perundingan semacam ini terjadi bila hanya ada satu masalah yang menjadi materi perundingan.
2) Integrative negotiation (win-win)
Yaitu suatu bentuk negoasiasi yang dalam proses pelaksanaannya, para pihak yang terlibat bekerja sama untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya atas hal-hal yang dirundingkan dengan menggabungkan kepentingan mereka masing-masing untuk mencapai kesepakatan. Negosiasi semacam ini biasanya terjadi bila ada lebih dari satu masalah yang menjadi materi perundingan.
Dalam kenyataannya hampir semua negosiasi yang kita lakukan merupakan kombinasi dari kedua macam bentuk negosiasi tersebut di atas. Dalam proses negosiasi terkadang kita perlu berkompetisi dengan pihak lain untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Namun tidak jarang juga kita bekerja sama dengan pihak lain untuk dapat memaksimalkan hasil negosiasi yang akan dicapai.

B. PROLOG KASUS
Pada akhir-akhir ini, muncul berbagai kritikan terhadap kinerja kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pimpinan Presiden SBY. Yang paling mencolok adalah terhadap kinerja tim ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai sudut kota di Indonesia ada yang sedang mengalami krisis BBM, rawan pupuk, antre beras. Begitu pula kasus lumpur Lapindo belum memperlihatkan tittik terang. Akibat dari kasus lumpur Lapindo ini, berbagai kegiatan ekonomi masyarakatnya terhenti. Sudah barang tentu, akan menyebabkan tingginya pengangguran dan melemahnya kembali daya beli masyarakat, yang pada gilirannya menambah kuantitas masyarakat miskin. Dengan kata lain, kasus lumpur Lapindo ini memiliki multiplier effect terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
Samapai pada konteks ini, publik memang belum melihat adanya usaha yang serius dari pemerintah SBY untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membenahi berbagai persoalan bangsa secara komprehensif. Kebijakan yang paling banyak dirasakan publik dari setip kebijakan SBY selama ini, adalah kebijakan yang terlalu berpihak kaum kapital minoritas dan ekonomi pasar bebas.
Sebelumnya, selalu saja baik SBY maupun JK melontarkan politik seputar reshuffle ini pada media secara diplomatis bahwa pada saat yang tepat akan diumumkan ke publik. Meski masih samar, 21 April 2007 diprediksi sebagai hari H yang dipilih SBY-JK untuk mengumumkan bongkar pasang menteri-menterinya. Berbagai spekulasi politik seputar reshuffle kabinet ini bermunculan baik menyangkut alasan sakit mengganggu tugas kementerian, juga alasan kinerja akan menjadi dasar pertimbangan SBY untuk melakukan reshuffle. Diprediksi akan terjadi pergeseran kursi dan wajah baru di kabinet SBY-JK.
Adapun posisi yang santer disorot publik dan diprediksi akan direposisi atau diganti misalnya Mendagri, Menhan, Menhub, Menkokesra, Menag, Mendiknas, Mentan, Menpora, Menkes, dan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Kita tahu bersama seorang menteri adalah pembantu presiden. Di dalam kementrian terdapat para aparat dirjen, direktur, sampai pelaksana teknis di lapangan. oleh karena itu, selama ukuran-ukuran keberhasilan kinerja itu belum jelas, maka publik tetap menduga adanya politisasi elit parpol dalam kasus reshuffle kali ini. Sebab, isu ini ditengarai atas tarik-menarik kepentingan politik partai yang berkuasa dan membidik kursi-kursi kabinet.
Terlepas dari tarik-menarik kepentingan politik parpol, satu kemestian bagi SBY untuk melakukan reshuffle kabinet. hal demikian, bukan saja karena publik menuntut adanya kinerja yang lebih positif dari kabinet SBY, tetapi mengharapkan adanya upaya pembuktian terhadap berbagai janji politik SBY pada saat kampanye Pilpres yang akan memberikan keamanan, keadilan, kesejahteraan, dan kedemokrasian dalam tata hidup dan kehidupan bermasyarakat serta berbangsa.
Presiden Yudhoyono selain harus bijak, juga objektif dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja tim kabinetnya. bila hal demikian tidak ia lakukan terhadap kabinetnya, maka roda pemerintahan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. tetapi, bila SBY tidak mau melakukan evaluasi kritis terhadap kinerja tim kabinetnya, maka publik akan dengan mudah menunjukkan kekecewaannya terhadap berbagai kebijakannya terutama menyangkut kesejahteraan rakyat.
Sudah barang tentu, sebagai konsekuensi dari objektivitas penilaiannya terhadap kinerja kabinet tersebut, maka reshuffle bukan sesuatu hal yang aneh dan bukan pula aib, sehingga selalu saja terkesan lamban. Mungkin saja kelambanan ini disebabkan derasnya daya tarikan kepentingan poliytik para elit partai, dalam usaha memasukkan kadernya di kabinet SBY kali ini.
Secara teoritis, efek domino politik dari ketidakpuasan dan kekecewaan publik atas kinerja kabinet akan menyebar menjadi rangkaian gerakan masif jika ditopang oleh noise (kegaduhan) di berbagai saluran komunikasi politik utamanya melalui media massa, yang gilirannya akan menohok pihak pemertintah. Pada gilirannya legitimasi SBY-JK semakin mengendor di mata rakyatnya. Oleh karena itu, SBY mesti merespons secara politik baik kepentingan rakyat pada umumnya.
Setiap langkah reshuffle memang selalu membawa implikasi politik yang cukup besar. Baik bagi pemerintah, partai politik pendukungnya maupun yang berada di luar. Mau tak mau pertimbangan politik pun akan selalu menjadi bagian penting penunjukkan menteri. Dalam reshuffle terlihat jelas bagaimana pertimbangan politik tetap menjadi bagian penting dalam menyusun kabinet.
Kenyataan demikian berdampak pada kian besarnya potensi “perselingkuhan” dan negosiasi politik oleh para anggota partai dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Padahal, mestinya pertimbangan profesionalitas dan manajemen teknislah yang menjadi pertimbangan utama figur pengisi struktur kabinet.
Presiden SBY kini terjebak oleh sistem yang membuat ia, disadari atau tidak, menjadi kurang berdaya berhadapan dengan partai-partai.
C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Telah disinggung sedikit di bab pendahuluan tentang arti dari negosiasi, berikut ini juga akan dijelaskan lebih lanjut mengenai negosiasi, sebelum beranjak ke analisis dari studi kasus.

 NEGOSIASI
Negosiasi adalah pertemuan antara dua orang atau kubu yang masing-masing berada di posisi yang sesuai dengan kepentingan masing-masing dan berakhir untuk mendapatkan kepuasan yang diharapkan. kedua pihak setelah berada dalam posisi yang berlawanan diteruskan dengan duduk bersama menuju ke satu arah guna menyelesaikan hasil negosiasi. Dengan demikian negosiasi adalah metode untuk mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.
Dalam sumber lain, menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior”, negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut.
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan juga tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.
Sedangkan Usaha yang dilakukan untuk menyepakati hal tersebut diperlukan adanya cara sebagai berikut:
1. Salah satu pihak harus membuat pihak lain berkeinginan untuk membuat suatu bentuk persetujuan; ia agaknya harus membuat pihak lain menyadari bahwa setiap persetujuan tau penyelesaian adalah hal yang lebih baik dari status quo pertentangan pendirian maupun ketidaksepakatan, atau sebaliknya meyakinkan pihak lain bahwa konsekuensi dari keadaan ketidak sepakatan itu akan lebih tidak menyenangkan bila dibandingkan dengan konsekuensi kesepakatan.
2. Jika telah tercapai tahap ”menyetujui suatu persetujuan”, kedua pihak masih harus merundingkan ketentuan-ketentuan khusus yang akan dipakai dalam persetujuan akhir.

Tujuan Negosiasi
1. Tercapainya kata sepakat (gentlemen agreement) yang di dalamnya terkandung kesamaan persepsi, saling pengertian dan persetujuan.
2. Tercapainya kondisi penyelesaian (solutions) atau jalan keluar (way out) atas masalah yang dihadapi bersama.
3. Tercapainya kondisi saling menguntugkan, di mana masing-masing pihak merasa “menang” (win-win).

Manfaat Negosiasi
Tercapainya jalinan kerja sama antar institusi atau ataupun perorangan untuk melakukan suatu kegiatan atau usaha bersama atas dasar saling pengertian. Dengan adanya jalinan kerjasama inilah maka tercipta proses-proses transaksi yang saling menguntungkan.

Upaya Negosiasi Diperlukan Manakala:
a) Kita tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang kita inginkan.
b) Terjadi konflik antar para pihak, yang masing-masing pihak tidak mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya secara sepihak.
c) Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak lain.
d) Kita tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Upaya Negosiasi Tidak Diperlukan Manakala:
a) Persetujuan atau kesepakatan bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak.
b) Salah satu atau kedua belah pihak berniat untuk merugikan atau menghancurkn pihak lain.
c) Negosiator dari salah satu pihak mempunyai kekuasaan yang terbatas atau tidak mempunyai kekuasaan sama sekali untuk mewakili kelompoknya dalam negosiasi

Konsep-konsep Penting Negosiasi
Menurut Marjorie Corman Aaron dalam tulisannya tentang negosiasi di Harvard Review, dalam melakukan negosiasi, seorang perunding yang baik harus membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukannya agar dapat berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Kerangka dasar yang dimaksud antara lain:
Apakah alternatif terbaik untuk menerima atau menolak kesepakatan dalam negosiasi? Berapa besar niali atau penawaran minimum yang akan diterima sebagai sebuah kesepakatan? Seberapa lentur proses negosiasi akan dilakukan dan seberapa akurat pertukaran yang ingin dilakukan?
Untuk membangun kerangka dasar tersebut di atas, ada tiga konsep penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu:
BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement).
Yaitu langkah-langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan.
Reservation Price.
Yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.
ZOPA (Zona of Posible Agreement).
Yaitu suatu zona atau area yang memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.
Dengan pemahaman yang baik terhadap tiga konsep dasar tersebut di atas, maka para perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang ingin dicapainya dalam negosiasi, menentukan besarnya konsesi yang ingin didapat dan dapat diberikan, menentukan perlu tidaknya melanjutkan negosiasi, dan melakukan langkah lain yang lebih menguntungkan..

Empat Kuadran Negosiasi
Dalam Handout Perkuliahan Mata Kuliah Komunikasi Politik, disebutkan empat kuadran negosiasi:
Tipe Pihak I Pihak II
Kolaborasi Menang Menang
Dominasi Menang Kalah
Akomodasi Kalah Menang
Kompromi Kalah Kalah

a) Kuadran Kolaborasi
Disebut juga integrative negotiation, yaitu suatu bentuk negoasiasi yang dalam pelaksanaannya, pihak-pihak yang terlibat bekerjasama untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya atas hal-hal yang dirundingkan dengan menggabungkan kepentingan mereka masing-masing untuk mencapai kesepakatan.
Dalam www.e-psikologi.com, strategi ini disebut juga strategi win-win. Strategi ini dipilih bila pihak-pihak yang berselisih menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya menguntungkan kedua belah pihak.
 Tujuan Kuadran Kolaborasi:
- Tujuannya bukanlah untuk mengalahkan pihak yang lain atau menciptakan pertentangan, melainkan mencapai sasaran mereka pada tingkat yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
- Mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Contoh: Pihak manajemen sepakat untuk memberikan paket PHK di atas ketentuan pemerintah, dan pihak pekerja sepakat untuk dapat segera mengakhiri hubungan kerja dengan damai.

b) Kuadran Dominasi
Yaitu salah satu pihak mencapai seluruh atau sebagian besar hasil dari rencana yang diharapkan, sementara pihak lainnya tidak mendapatkan hasil apa-apa, atau mencapai hasil yang sangat kecil. Kuadran ini memastikan Anda memenangkan konflik dan pihak lain kalah.
Strategi ini biasa disebut juga win-lose. Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan.
 Tujuan Kuadran Dominasi: Memenangkan negoasiasi yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas. Sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa/mendesak dan memiliki sumber daya power lebih dibanding yang lawan negosiasi.
Contoh: Pihak pekerja terpaksa menyepakati kenaikan gaji di bawah target yag telah mereka usulkan sebelumnya kepada pihak perusahaan.
c) Kuadran Akomodasi
Yaitu salah satu pihak tidak mendapatakan hasil atau sangat kecil dari rencana yang diharapkan, sementara pihak lain mencapai seluruh atau sebagian besar. Anda berada dalam posisi mengalah atu mengakomodasi kepentingan pihak lain.
Strategi ini biasa disebut juga lose-lose. Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. akibatnya pihak-pihak yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang diharapkan.
 Tujuan Kuadran Akomodasi: Menghindari kesulitan atau masalah yng lebih besar. Gaya ini merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang Anda inginkan. Anda menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul.
Contoh: Pihak pengusaha akhirnya melakukan upaya “Lock out”, karena pihak pekerja tidak bersedia untuk menghentikan pemogokan.

d) Kuadran Kompromi
Yaitu pihak-pihak yang berunding gagal mencapai kesepakatan. pertentangan kepentingan lebih dominan dari persamaan kepentingan. Tidak ada atau sangat sedikit kompromi. Situasi pertentangan dapat berkembang mencapai tahap macet (dead lock). Negosiasi dilakukan hanya untuk mengatasi konflik berkelanjutan.
Strategi ini biasa disebut juga lose-win. Strategi ini dipilih bila saklah satu pihak sengaja mengalah untuk mendapatakan manfaat dengan kekalahan mereka.
 Tujuan Kuadran Kompromi: Bertujuan menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul berkelanjutan. Anda tidak memaksakan keinginan dan sebaliknya tidak menginginkan sesuatu yang dikuasai pihak lain.
Contoh: Pihak pengusaha sengaja memberikan beberapa konsesi yang tidak terlalu signifikan kepada pihak pekerja, dengan harapan dapat membangun kepercayaan dengan pihak di masa yang akan datang.

 SISTEM PENGREKRUTAN POLITIK
Sistem pengrekrutan politik memiliki keragaman yang tiada terbatas, walaupun dua cara khusus seleksi pemilihan melalui ujian serta latihan – dapat dianggap sebagai yang paling penting. Kedua cara ini, tentu saja juga memiliki banyak sekali keragaman; dan banyak diantaranya mempunyai implikasi penting bagi pengrekrutan politik.
Ada beberapa metode pengrekrutan politik diantaranya:
• Perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau mengancamkan kekerasaan.
• Penggulingan dengan kekerasan suatu rejim politik, apakah hal itu berlangsung dengan coup d’etat, revolusi, intervensi militer dari luar, pembunuhan atau kerusuha rakyat, acap kali –walaupun tidak selalu– bisa dijadikan sarana untuk mengefektifkan perubahan radikal pada personil di tingkat tingkat lebih tinggi dalam partisipasi politiknya.
Tiga hal dalam seleksi calon diantaranya:
1. Tingkah laku pemilihan yang dikusai oleh undang-undang (sama juga halnya dengan selesi calon oleh konvensi); dan seleksi calon, karena itu, sampai tingkat tertentu tunduk kepada peraturan umum.
2. Pemilihan yang berpartisipasi dalam proses seleksi calon daripada kemungkinan ditempat lain
3. Menyajikan sarana, dengan mana “Orang luar” secara relatif, dapat menjamin mayoritas pencalonan partai.

 STUDI KASUS
Wakil ketua DPR, yang berasal dari Partai Bintang Reformasi (PBR), Zaenal Ma’arif meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar segera melakukan reshuffle kabinet dan tidak melakukan penundaan lagi.
Karena menurutnya saat ini adalah waktu yang paling tepat bagi presiden SBY untuk melakukan perombakan di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Menurut Zainal, jika Presiden SBY melakukan reshuffle pada bulan Juni atau Juli mendatang, maka momentumnya sudah hilang akibat makin pendeknya waktu adaptasi bagi menteri yang baru.
Menurutnya, ada beberapa pos menteri yang harus dilakukan evaluasi antara lain Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menteri dalam negeri M. Ma’ruf, dan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Ia juga menilai reshuffle kabinet yang akan dilakukan SBY awal Mei mendatang sebagai pertaruhan terakhir presiden. Karena menurutnya, Yudhono masih memiliki kesempatan memperbaiki kinerjanya dengan kabinetnya yang baru, bukan tidak mungkin kinerja justru memburuk dan dipastikan popularitasnya kian merosot.
Kalau itu terjadi, menurut Zaenal, peluang yudhoyono untuk kembali menjadi presiden pada pemilu 2009 menjadi kecil.
Di lain pihak, Presiden SBY menyatakan sejauh ini persiapan reshuffle kabinet berjalan baik, dan tidak ada pihak mana pun yang menekannya dalam proses yang sedang berjalan. Sebab menurutnya reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif kepala pemerintahan. Dia berharap semua pihak berkomitmen mempertahankan situasi seperti ini.
Presiden SBY menjelaskan pergantian kabinet memiliki tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan kinerja kabinet dalam 2,5 tahun mendatang. Selain itu, pergantian ini dilaksanakan untuk peningkatan team work dalam kabinet, berkaitan mengenai istilah “The Right Man on The Right Place”.
Menurutnya, pergantian menteri ini bukan giliran atau gantian untuk menjabat sebagai menteri, melainkan untuk membawa kebaikan bagi kinerja kabinet. Dalam reshuffle kali ini ada tiga orang profesional yang pantas menjadi menteri dan dua orang dari kader parpol tertentu.
Zaenal Ma’arif juga memaparkan dalam sistem politik yang sudah mapan seharusnya presiden tidak perlu mendapat tekanan dari pihak manapun dalam mengganti para menteri. Banyaknya persoalan kebangsaan, menuntut kinerja kabinet yang optimal sehingga langkah reshuffle perlu dilakukan oleh Presiden SBY.
Sementara itu, pengamat politik The Indonesian Institute, Anis Baswedan mengatakan tujuan reshuffle yang harus diluruskan agar tidak terjadi akomodasi kepentingan partai-partai politik. Anis mengungkapkan pergantian para menteri harus ditujukan semata-mata untuk peningkatan kinerja kabinet.
Menurutnya jangan sampai reshuffle dilakukan atas tekanan atau interfensi dari parlemen atau partai politik. Jika ini terjadi, maka tuntutan pergantian kabinet tidak akan pernah berhenti dan selalu berulang. Anggota DPR RI dari fraksi Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, turut meminta Presiden SBY untuk tidak merasa tersandera oleh desakan parpol. Sebab, pergantian menteri sepenuhnya hak perogratif presiden.
Dalam sistem politik presidensial, dia menilai, presiden memiliki kedudukan yang kuat dan tidak dapat dujatuhkan parlemen meskipun didukung oleh partai yang memiliki kursi sedikit. Anis menilai SBY harus mampu menjalankan komunikasi dan negosiasi politik secara efektif dengan partai politik lainnya.
Namun, walaupun presiden dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga memiliki legitimasi sangat kuat namun dalam kenyataan sistem presidensial tidak bisa berjalan murni. Masih diperlukan dukungan kuat di parlemen untuk efektivitas pemerintahan sehingga pada akhirnya penyusunan kabinet termasuk ketika melakukan reshuffle kabinet tak bisa lepas dari negosiasi politik atau berusaha mengakomodasikan sebanyak mungkin kekuatan politik di parlemen.

 ANALISA
Masuknya ketua DPP Partai Golkar Andi Matalatta dan Sekjen PKB Lukman Edy dalam kabinet nanti, kalau memang jadi seperti itu, jelas mewakili partai politik, dan sebaliknya ketika kadernya ada yang tergusur maka parpol pasti bereaksi. PPP misalnya sudah mengancam akan menarik dukungan kalau Saifullah Yusuf diganti. Demikian juga PBB yang sudah sejak awal pasang kuda-kuda setelah mendengar kabar penggantian Mensesneg Yusril Ihza Mahendra. PKS dan PAN pun melakukan hal yang sama.
Bila diperkirakan, Presiden selalu ada pada pilihan sulit. Tetapi justru pada masa-masa seperti inilah diperlukan keberanian dan ketegasan karena itu semua sejatinya akan menunjukkan kekuatan seorang pemimpin. Jangan pernah menganggap semua pihak bisa terpuaskan. Demikian juga dengan dukungan politik. kalau dirasa cukup dengan mengandalkan Partai Golkar, PAN dan Partai Demokrat saja mengapa harus peduli dengan yang lain. Dalam hal ini memang ada juga yang secara etika politik tak bisa ditinggalkan. Misalnya terkait dengan PBB yang sejak awal mengusung pasangan SBY-JK dalam pemilihan presiden.
Hal lain yang akan menjadi bagian dari imbas politik menyangkut PDI Perjuangan. Bagaimana pun kedudukan partai berlambang kepala benteng yang mirip oposisi itu secara politis diuntungkan kalau pemerintah sekarang dinilai kurang berhasil atau merosot polularitasnya.
Salah seorang fungsionaris Tjahjo Kumolo bahkan secara tegas mengatakan reshuffle dua kali menunjukkan kegagalan SBY-JK. Padahal di sisi lain reshuffle juga merupakan upaya penyelamatan politik. Pada akhirnya yang berhak menilai adalah rakyat. Dan hasilnya akan tercermin pada pemilihan umum termasuk pemilihan presiden tahun 2009 nanti.
Dalam jangka pendek, terpulang kebali kepada SBY apakah semata hanya mempertimbangkan pengamanan rongrongan politik atau lebih mengedepankan kinerja pemerintahan. Meski, untuk itu, siap mengambil risiko politik tidak menguntungkan bagi dirinya. Namun, untuk jangka panjang, tugas semua pihak untuk terus melakukan perubahan-perubahan krusial dalam pembuatan undang-undang pemilu, kepartaian, dan kepresiden, agar lebih sesuai dengan tuntutan demokrasi sejatinya.
Maka, pemanasan suhu politik dan demam yang diakibatkannya terlihat tidak lebih dari satu sandiwara sebenarnya. Sebuah teater dari elite politik kita, yang menawarkan dunia “pura-pura” dan hiburan semata pada khalayak. Sebagai sebuah teater, kita pun dapat dengan gamblang menyaksikan nama-nama pengganti yang muncul tidak cukup memberi kita garansi perbaikan, baik dalam rekam-jejak, kapasitas, maupun kapabilitas (setidaknya dibanding mereka yang diganti).
Yang tampak kemudian hanya politik negosiasi antara pemilik hak perogratif dan berbagai kekuatan pendukung yang mengelilinginya. Menjadi lips service atau entertaiment bagi publik umumnya.
Sehingga negosiasi yang terjadi antara Presiden dan DPR mengenai reshuffle kabinet tahap II ini agaknya menggunakan kuadran win-win. Karena kedua belah pihak menggunakan cara kompromi untuk tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Sehingga masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

D. PENUTUP
a) KESIMPULAN
Sejak awalnya, pemilihan para menteri dalam kabinet Indonesia bersatu (KIB), pada kenyataannya adalah bersifat semi parlementer, bukan sepenuhnya menjadi hak prerogratif presiden. Meskipun hal tersebut sesungguhnya adalah hak prerogatif Presiden, dan karenanya tidak bisa diganggu gugat oleh pihak eksternal. Namun kenyataannya peta kabinet lebih dipengaruhi oleh kemampuan negosiasi partai pendukungnya. Meski, semua mengerti, presiden juga wapres dipilih langsung oleh rakyat yang sejatinya memilik legitimasi teramat kuat.
Sistem politik yang dipakai Indonesia sebetulnya dapat dikatakan masih belum jelas. Karena sistem politik yang kita pakai dapat dibilang bukan termasuk parlementer, juga bukan presidentil. Karena Presiden dan Wapres seringkali berasal dari partai yang berbeda dan bahkan terkadang berseberangan. Kemudian, koalisi juga tidak dibangun dengan kontrak politik formal. Juga tidak ada pembagian kerja, program, strategi, dan kewenangan yang jelas.
Agak sulit rupanya menghasilkan sosok kabinet yang lebih kredibel karena jumlah mereka yang tergolong ahli dan profesional tak bisa terlampau banyak. 3 persyaratan mengenai menteri-menteri yang layak duduk di kabinet, yaitu: integritas, profesionalitas, dan akseptabilitas.
Sebagian kursi itu diberikan kepada partai politik. Setelah berjalan sulit juga berkoordinasi walaupun untuk yang satu ini juga tergantung pada presiden dan wakil presiden. Bagaimana bisa menghasilkan kepemimpinan kuat termasuk di kabinet kalau ternyata banyak menteri yang memiliki loyalitas ganda. Di satu sisi mereka harus loyal kepada presiden namun di sisi lain tak boleh meninggalakan partainya. Seharusnya bisa dipisahkan dan menjasi negarawan, tetapi kenyataannya masih sering rancu.
Wajah baru Kabinet Indonesia Bersatu Pemerintahan SBY-JK:
1. Menteri sekretaris negara, yang sebelumnya dijabat oleh Yusril Ihza Mahendra (dari Partai Bulan Bintang), kemudian digantikan oleh Hatta Rajasa.
2. Menteri negara BUMN, yang sebelumnya dijabat oleh Sugiharto, kemudian digantikan oleh Sofyan Jalil (mantan Menkominfo).
3. Menteri Komunikasi dan Informasi, yang sebelumnya dijabat oleh Sofyan Jalil, kemudian digantikan oleh Muhammad Nuh (mantan Rektor ITS).
4. Menteri Perhubungan, yang sebelumnya dijabat oleh , kemudian digantikan oleh Yusman Syafei Djamal (Chairman Mathushita Gobel Education Foundation).
5. Menteri PDT, yang sebelumnya dijabat oleh Saefullah Yusuf (dari parpol PKB pindah ke PPP), kemudian digantikan oleh Lukman Edi (Sekretaris Umum DPP PKB).
6. Menteri Hukum dan HAM, yang sebelumnya dijabat oleh Hamid Awaluddin, kemudian digantikan oleh Andi Mattalata (Ketua Fraksi Partai Golkar).
7. Jaksa Agung, yang sebelumnya dijabat oleh Abdurrahman Saleh, kemudian digantikan oleh Hendarman Supandji (Plt jaksa Aging Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung).

b) REKOMENDASI
Meskipun sejatinya UUD Indonesia menganut sistem kabinet presidential (zaken kabinet atau kabinet yang mestinya diisi oleh para ahli dengan pertimbangan penuh presiden), namun kiranya Presiden SBY dipaksa berpikir dan bertindak secara parlementer sehingga menghasilkan kabinet parlementer, sebagai konsekuensi logis sistem ultramultipartai.
Sistem kabinet pelangi memang amat berpotensi memutar loyalitas SBY dari rakyat ke parpol. Namun, SBY harus selalu ingat bahwa dia adalah pilihan rakyat, bukan partai. Presiden harus hati-hati pada orang yang menitip nama. Jangan sampai justru digunakan mencari kesempatan untuk mengeruk harta negara atau mencari karier politik. Mereka tidak akan berguna bagi rakyat. yang terpenting adalah memilih orang berdasarkan kemampuan profesional, berkomitmen, dan memiliki integritas lebih tinggi lagi. Ia harus memenuhi kompetensi sesuasi bidang tugasnya. Inilah justru poin yang bisa berdampak positif bagi kemungkinan-kemungkinan politik Presiden SBY menjelang Pemilu 2009 mendatang.

1 komentar:

  1. Thank you postingannya manfaat banget.
    kalau boleh tanya buku-buku ttg negoisasi politik selain yang diatas apa lagi ya?

    BalasHapus